Salah satu ciri khas bulan Ramadhan yang tidak terdapat pada bulan-bulan lainnya adalah sholat Tarawih.
Pada dasarnya sholat Tarawih adalah sholat malam (Tahajjud dan Witir) yang dimajukan waktunya. Pada bulan-bulan selain bulan Ramadhan, sholat Tahajjud dan Witir kita lakukan pada waktu sepertiga malam yang akhir, namun pada bulan Ramadhan dilakukan sesudah sholat Isya.
Perbedaan lainnya adalah jika sholat Tahajjud dan Witir kita lakukan sendiri-sendiri, tapi sholat Tarawih kita laksanakan secara berjamaah. Dan yang terpenting serta paling penting, walaupun sholat Tarawih ini hukumnya sholat sunnat, tetapi pahalanya disamakan dengan sholat fardhu !.
Dari semenjak saya masih kecil hingga mencapai usia separuh baya seperti sekarang ini, bulan Ramadhan dengan sholat Tarawihnya selalu meninggalkan kesan dan kenangan yang mendalam. Hampir setiap tahun dalam bulan Ramadhan dengan sholat Tarawihnya selalu saja ada peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik itu yang lucu, konyol, hingga yang mengharukan.
Diantara peristiwa-peristiwa tersebut ada yang melibatkan diri saya pribadi, teman, keluarga, jama'ah masjid maupun mubaligh/ustadz yang diundang. Dan kali ini saya ingin menceritakan satu peristiwa lucu bin konyol yang baru saja terjadi pada acara sholat Tarawih malam kedua puluh yang lalu.
Bagi Anda yang merupakan pengunjung setia blog Kisah Kelana ini, pasti pernah membaca satu postingan yang berjudul "Lupa Berjama'ah". Postingan ini bercerita tentang seorang imam sholat Tarawih yang lupa berapa rakaat sholat yang yang telah dilaksanakannya, namun tidak ada seorangpun makmum yang mengingatkan karena semua makmum juga lupa atau ragu berapa raka'at sholat Tarawih yang telah mereka lakukan !.
Kali ini saya ingin bercerita tentang satu peristiwa yang masih melibatkan ustadz yang diundang untuk memberikan tausiyah Ramadhan. Peristiwa ini mungkin dapat saya kategorikan lucu, konyol atau sebaliknya, sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh seorang ustadz.
Bagi saya pribadi dan bagi semua jama'ah masjid yang hadir waktu itu (dan mungkin bagi mayoritas Anda yang membaca postingan ini), peristiwa ini adalah satu peristiwa yang belum pernah saya temukan dan pertama kali saya lihat seumur hidup saya !.
Alkisah pada bulan Ramadhan malam kedua puluh kemarin, seperti biasanya masjid kami menyelenggarakan acara sholat Isya dan sholat Tarawih berjama'ah. Dan seperti biasanya pula sesudah sholat Isya dan sebelum sholat Tarawih dilaksanakan, protokol menyampaikan susunan acara malam itu. Setelahnya kemudian dilanjutkan dengan penyampaian tausiyah singkat yang diberikan oleh mubaligh/ustadz yang telah dijadwalkan oleh IKMI (IKatan Masjid Indonesia) bertugas di masjid kami.
Pada malam kedua puluh Ramadhan itu, ustadz yang dijadwalkan menyampaikan tausiyah adalah seorang ustadz yang kelihatannya sudah senior dan berusia kira-kira akhir lima puluhan. Usai protokol menyampaikan susunan acara, maka beliau dipersilahkan naik ke mimbar untuk menyampaikan tausiyah Ramadhan.
Awalnya tausiyah Ramadhan malam itu berjalan biasa-biasa saja. Sang ustadz menyampaikan topik ceramah tentang "Tanda-tanda calon penghuni neraka". Topik ceramah yang cukup "menyeramkan" itu, ditambah cara penyampaian dengan intonasi suara yang menggelegar serta penuh semangat, membuat hampir semua jama'ah masjid memperhatikan dengan seksama.
Disaat suasana masjid tengah bergairah, tiba-tiba terjadilah satu peristiwa yang seperti sudah saya tulis diatas, saya kategorikan lucu, konyol atau sebaliknya, sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh seorang ustadz. Hal ini pula yang membuat seluruh jama'ah yang tadinya bersemangat mendengar tausiyah sang ustadz mendadak menjadi ilfil.
Jadi... inilah yang terjadi.
Ketika sang ustadz tengah semangat-semangatnya berceramah, tiba-tiba hape di saku bajunya berbunyi !!. Sang ustadz tampak terkejut, mungkin tidak menyangka hapenya bisa berbunyi ditengah-tengah acara tausiyah. Dalam keadaan masih berdiri diatas mimbar, dia pun mengambil hape dari sakunya kemudian menjawab panggilan entah dari siapa itu.
Sang ustadz menjawab panggilan dalam bahasa Minang yang berarti, "Ngapain kamu nelepon sekarang ?. Memangnya kamu tidak tahu saya sekarang lagi ngasih ceramah di masjid ?!'. Ada beberapa kalimat-kalimat omelan dilontarkan sang ustadz kepada si penelepon di seberang sana.
Celakanya, sepertinya sang ustadz lupa bahwa mikrophone imam masih tersemat di kerah bajunya, sehingga apa yang dikatakannya saat menjawab panggilan itu segera saja bergema keseluruh ruang masjid (dan tentu saja bergema juga ke seluruh komplek perumahan via TOA yang terletak diatas menara masjid).
Tidak beberapa lama kemudian, sang ustadz rupanya sadar bahwa semua ucapannya ke hape terdengar jelas oleh seluruh jama'ah masjid (dan orang-orang satu komplek). Maka dia pun segera mencopot mikrophone imam dari kerah bajunya. Selanjutnya dia menghilang ke balik mimbar dan duduk di kursi yang disediakan dan kemudian melanjutkan pembicaraan di hape dengan suara pelan.
Reaksi jama'ah masjid menanggapi kejadian ini sungguh beragam. Ada yang terbengong-bengong, ada yang terkikik-kikik menahan tawa, ada yang mengerutkan kening, ada pula yang sibuk berbisik-bisik dengan teman disebelahnya. Sementara itu, sebagian pengurus masjid ada yang menutupi wajahnya dengan tangan, sebagian lagi menundukkan wajahnya dalam-dalam.
Beberapa waktu kemudian, rupanya sang ustadz sudah menyelesaikan urusannya dengan entah siapa yang meneleponya itu. Dengan tenang seakan tidak ada kejadian apa-apa, dia berdiri dan menyematkan kembali mikrophone imam ke kerah bajunya. Setelah berdehem sekali, sang ustadz melanjutkan tausiyahnya yang terpotong oleh dering suara hape tadi.
Meskipun tausiyah sambungan ini sama menggebu-gebunya dengan yang semula, namun tampaknya hampir seluruh jama'ah sudah kehilangan mood untuk mendengarkannya. Akibatnya alih-alih mendengar ceramah sang ustadz, mereka lebih asyik mengobrol atau menundukkan kepala terkantuk-kantuk, terutama bagi mereka yang melaksanakan misi"balas dendam" saat berbuka puasa tadi.
Entah menyadari atau tidak bahwa jama'ahnya sudah kehilangan perhatian, sang ustadz pun segera mengakhiri tausiyahnya malam itu. Acara kemudian dilanjutkan dengan protokoler penutup dan diteruskan dengan pelaksanaan sholat Tarawih dan sholat Witir berjama'ah.
Usai sholat Tarawih dilanjutkan dengan acara tadarus Al Qur'an yang dilakukan oleh murid-murid MDA dan remaja masjid. Sementara beberapa jama'ah dewasa masih ada yang belum meninggalkan masjid, termasuk saya.
Kami lalu membicarakan peristiwa yang baru saja terjadi. Ada beragam pendapat yang dilontarkan. Ada yang menganggapnya lucu, ada yang menganggapnya konyol, tapi ada pula yang tidak menyukainya dan mengganggap hal tersebut tidak pantas dilakukan oleh seorang ustdaz yang tengah menyampaikan tausiyah.
Mereka behujjah dengan dalil berupa hadits Rasulullah SAW yang disampaikan oleh sahabat Abu Hurairah ra,
"Barangsiapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya kemudian dia mendatangi shalat Jum’at, dia mendengarkan khutbah dan diam, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at ini dengan Jum’at yang akan datang, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang bermain kerikil, sungguh ia telah berbuat sia-sia."(HR. Muslim)
Jama'ah ulama berpendapat bahwa yang dimaksud bermain kerikil dalam hadits diatas adalah seluruh perbuatan yang dapat mengganggu kekhusyukan dan kenyaman jama'ah saat mendengarkan khutbah. Pada jaman kini hal itu juga termasuk perbuatan menerima panggilan masuk atau bermain hape di saat khatib sedang berkhutbah. Itu jelas-jelas dilarang karena termasuk perbuatan sia-sia yang menggugurkan pahala sholat jum'at.
Hadits diatas memang ditujukan kepada jama'ah sholat jum'at, namun dalilnya juga dapat diterapkan pada jama'ah sholat Tarawih yang sedang mendengar tausiyah Ramadhan. Naah... jika jama'ah saja dilarang keras memainkan hape (termasuk menerima panggilan masuk), apalagi ustadz yang sedang memberikan tausiyah !!.
Oleh karena itu jangan salahkan jama'ah yang kemudian jadi ilfil atau kehilangan mood untuk mendengarkan tausiyah sang ustadz dan memberikan reaksi yang bermacam-macam yang akhirnya merusak kekhusyukan dan kenyamanan suasana tausiyah Ramadhan malam itu.
Namun seperti yang telah disebutkan dalam Al Qur'an, segala sesuatu yang terjadi atau menimpa manusia - baik atau buruk, semuanya menyimpan hikmah. dan hikmah yang kami dapat malam itu adalah bahwa ternyata selain Harta, Tahta dan Wanita yang menjadi senjata ampuh setan, di jaman teknologi canggih seperti sekarang ini, handphone juga telah menjadi senjata ampuh setan untuk menggoda dan menyesatkan manusia !.
Kemudian hikmah lainnya yag kami dapat (terutama bagi pengurus masjid) adalah pentingnya meminta jama'ah untuk mematikan atau men'silent'kan hape mereka, saat berada di dalam masjid demi menjaga kekhuyukan dan kenyamanan jama'ah lainnya.
Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.
0Komentar
Maaf, Hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link iklan ilegal akan kami hapus. Terima kasih. (Admin)