Beribadah Tanpa Mengenal Allah

sujud
Penulis dulu pernah berpikir kenapa banyak orang malas sekali melakukan shalat. Jangankan shalat wajib yang lima waktu, mendirikan shalat Jumat dan Hari Raya yang rentang waktunya lama saja, ada saja yang malas mendirikannya. 

Mereka malah berleha-leha, santai saja tanpa merasa takut berdosa dan dicampakkan ke dalam api neraka. Mereka tidur seharian meski suara panggilan adzan menggema di mushalla atau masjid dekat rumah mereka. Melaksanakan ibadah yang lain juga sama. 

Misalkan puasa. Ketika bulan Ramadhan tiba (yang katanya Ramadhan bulan pembakaran nafsu) mereka menyambutnya biasa-biasa saja. Tradisi berziarah ke makam para leluhur pun sudah menjadi adat kebiasaan saban tahun. Dan pada malam harinya mereka sangat jarang naik ke masjid maupun mushalla untuk mendirikan shalat Tarawih berjamaah. Padahal shalat Tarawih dan Witir berjama'ah hanya dilakukan satu bulan dalam satu tahun sekali. Mereka malah memilih menonton acara televisi atau jalan-jalan ke mall, ketimbang shalat Tarawih dan Tadarus Al-Quran. 

Penulis melihat mereka, kok nyantai amat, sehingga sempat membuat penulis emosi dan marah. Apakah mereka tidak merasa takut kepada azab Allah yang pasti akan datang?. Apakah dikiranya mereka bakal hidup selama-lamanya?. Atau menyangka bahwa semua perbuatan mereka selama hidup di dunia tidak akan dimintai pertanggung jawabannya?.

Ironisnya, jangankan di tengah-tengah masyarakat, di pesantren pun ternyata keadaannya lebih parah lagi. Selama penulis mengajar dan belajar di pesantren, para santri ternyata bukannya taat terhadap perintah Allah melainkan karena takut terhadap kiai. Bagi pesantren yang santrinya puluhan ribu, ternyata yang taat dan betul-betul melaksanakan perintah Allah hanyalah sedikit. Selebihnya pembangkang dan munafik. 

Mereka mendirikan shalat di masjid secara berjamaah karena takut terkena takzir. Mereka mengaji kitab kuning baik di waktu Subuh, Ashar maupun bakda Isya karena takut terkena murka pengasuh pesantren. Bahkan ketika hendak Subuh pun mereka masih tidur di dalam kamar asrama masing-masing. Begitu juga ketika membaca Al-Quran secara bersama terkadang mereka tidak ada yang bersuara justru tidur-tiduran. Namun ketika bagian keamanan atau pengasuhnya membentak, baru mereka membaca. Jadi bukan ikhlas karena Allah melainkan karena takut dan terpaksa. 

Di pesantren, semua hukum berlaku. Di sana dilarang mencuri, mengghosab, memfitnah, dan lain sebagainya. Dan tiap waktu jadwal mempelajari kitab kuning padat. Kalau pagi biasanya mempelajari Kitab Ta’limul Muta’allim, Kitab Riyadlus Sholihin, dan Kitab Tafsir Jalalain. Kalau sore biasanya mempelajari Kitab Fathul Qarib Mujib, Ibnu Aqil dan Sulamut Taufiq. Dan pada malam hari biasanya mempelajari Kitab Alhikam, Ihya’ Ulumuddin, dan Safinatun Najai. 

Nah, apakah dengan mempelajari kitab yang banyak itu santri menjadi manusia atau jiwa yang mengenal pada dirinya sendiri dan Allah?. Apakah mereka akan melakukan ibadah karena telah melihat Tuhan? Apakah mereka mencapai tingkatan ilmu Hakikat?. Sama sekali tidak!. Penulis yang telah mempelajari kitab-kitab tersebut hanyalah mendapatkan yang namanya sifat sombong, ujub, riya’, dan sum’ah.

Dan pada intinya penulis yang memahaminya bukannya bertambah dekat dengan Allah, malah semakin jauh dari tujuan untuk apa penulis diciptakan. Dan para santri itu, mereka betul memahami isi kitab, namun semakin memahami isi kitab malah semakin larangan-larangan yang ada di dalam Al-Quran dan Hadits banyak yang dilanggar. Larangan mencuri, mengghosab, memfitnah, dengki, iri, memperolok-olok orang lain dan mengata-ngatai orang lain dengan panggilan yang buruk justru banyak dilanggar oleh para santri. Kenapa itu terjadi?.

Selama dua semester penulis dipercaya untuk mengajar kelas delapan MTs. Penulis mengajar pelajaran Akidah Akhlak. Salah satu pelajaran yang sangat penting dan pokok dari semua pelajaran. Akidah berarti Tauhid (Meng-Esakan Allah, Manunggaling Kawulo Gusti) dan Akhlak berarti perilaku manusia. Seseorang yang tidak punya akhlak sudah pasti karena dia belum mengenal Allah. 

Meng-Esakan Allah saja kurang paham atau samasekali tidak tahu apalagi mempunyai akhlak yang baik. Semua sudah tahu, anak TK pun tahu bahwa Allah itu Dzat Yang Maha Esa. Tapi apakah Tauhid yang dimaksud seperti itu?. Apakah Tauhid adalah meyakini bahwa Allah itu Satu, itu saja?. Apakah Tauhid adalah hanya menyembah Allah saja, sementara Tuhan yang disembah oleh saudara kita yang beragama Nasrani, Hindu, Buddha dan lainnya bukan Allah?. 

Nah disinilah letak kesalahan kita. Kita hanya meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang disembah oleh orang Islam,sementara Tuhan yang disembah oleh agama lain bukan Allah sehingga kita dengan seenaknya perut mengatakan orang lain kafir.

Allah, menciptakan Nur Ahmad setelah menyendiri selama 72.000 tahun. Dan setelah menciptakan Nur Ahmad, barulah Allah menciptakan Nur Adam dan alam raya. Di hadapan para siswa yang masih belum kasip diberi asupan gizi berupa Tauhid yang benar, penulis menjelaskan bahwa semua yang ada di alam ini adalah Ruh Allah, Syir Allah, Khofi Allah dan Nur Allah. Maksudnya, Adam, ruh, syir, khofi, nur, Ahmad dan Allah. Jadi dalam diri manusia ada Nur Ahmad dan Nur Allah. 

Jasadnya saja yang berbeda namun isinya sama. Sama-sama nur Allah. Jadi, kalau kita mengolok-olok orang lain, menghina orang lain, dengki sama orang lain, iri sama orang lain, membenci orang lain, sombong atas orang lain, sama saja dengan dengki pada Allah, membenci Allah, menghina Allah, dan menyombongkan diri di hadapan Allah. Kenapa kita melakukan itu semua, karena kita hanya beribadah tanpa mengenal-Nya.

Selama satu semester, para siswa yang memahami penjelasan penulis akhirnya berubah. Para siswa yang sebelumnya suka mangolok-olok temannya dengan panggilan yang buruk tidak lagi. Para siswa yang sebelumnya suka mengumpat , akhirnya tidak lagi. 

Berbeda dengan santri pondok yang akhlaknya kian memburuk dan makin jauh dari jalan kenabian. Dan bukannya tidak ditunjukkan bertauhid yang benar oleh kiainya justru dicekoki dengan sifat ke-Akuan dan kebencian terhadap sesama. Jadi, bila kita memberikan tauladan yang baik sesuai dengan sunnah dan jalan para nabi,maka mereka akan mengikuti. Sebaliknya bila ulama yang katanya pewaris para nabi namun jalan kenabian tidak dilalui, maka santri juga akan menjadi jiwa yang jauh dari Tuhannya.

Mereka samasekali tidak memahami apa yang dimaksud dengan Bhineka Tunggal Ika. Mereka hanya memahami bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah Walaupun berbeda-beda tapi tetap satu jua. Tapi Bhineka Tunggal Ika yang sebenarnya adalah Tauhid. Maksudnya, yang berbeda hanyalah batang tubuh namun isinya sama: Ruh dan Nur Allah. 

Kalau kita jahat pada orang lain sama saja kita jahat pada diri sendiri, menzhalimi diri sendiri. Kalau kita jahat pada diri sendiri samasaja dengan jahat kepada Allah. Jadi, kenapa orang yang pandai membaca Al-Quran, pandai hukum-hukum Al-Quran, pandai dan hapal ribuan Hadits, pandai dan memahami isi Kitab Kuning, hapal Nadhom Imrithiy, hapal Nadhom Matan Ajrumiyyah, hapal Matan Alfiyyah ibn Malik, tapi malas mendirikan shalat, malas melaksanakan puasa, suka berbohong, suka memfitnah, masih mendengki, iri, sum’ah, sombong, dan mudah emosi, jawabannya hanya dua, masih belum mengenal diri dan belum mengenal Allah!. 

Tidak perlu menghukumi mereka dengan dalil ayat-ayat Al-Quran maupun hadits dari ini dan itu. Cukup satu : kita jawab dengan pokoknya saja jangan dengan ranting, karena kalau dengan ranting maka akan tumbuh daun, bunga dan buah dan tidak akan ada habisnya. Tapi kalau menjawab dengan pokoknya, maka akan tercerabut sampai ke akarnya.

Menurut Ibnu Sina di dalam kitabnya dijelaskan, bahwa ada tiga macam motivasi seseorang melakukan ibadah. Pertama, seseorang melakukan ibadah hanya karena ingin mendapatkan surga dan pahala. Ibadahnya orang macam ini ibarat ibadahnya seorang pedagang. Ia selalu main hitung-hitungan untung dan rugi. 

Misalkan, ia mendirikan shalat hanya karena ingin mendapatkan pahala. Maka ketika suara iqamah memanggil, ia akan lari secepatnya menuju masjid untuk mendirikan shalat karena takut ketinggalan shalat. Ia takut tidak mendapatkan pahala. Orang yang ibadahnya hanya karena ingin mendapatkan pahala biasanya akan menilai shalatnya orang lain. Akan timbul dari dalam jiwanya sifat sombong, sum’ah, riya’ dan ujub. Kenapa?, sebab ia merasa bahwa ibadahnya dirinya sendiri yang paling benar. 

Kalau di sebuah masjid Subuhnya tidak pakai Basmalah, Qunut, dan dzikir, maka ia tidak akan shalat Subuh di masjid tersebut dan mengatakan bahwa yang shalat di dalamnya adalah orang sesat. Orang Islam yang mengharamkan bid’ah. Entah itu Muhammadiyyah, Syiah, LDII , Jamaah Tabligh, atau MTA akan dengan mudah mengatakan si A kafir, si B Murtad. 

Kedua, seseorang melakukan ibadah karena ia takut dicampakkan masuk ke dalam neraka. Jadi orang ini menyembah Allah dan melaksanakan perintah Allah hanya karena tidak ingin masuk ke dalam neraka. Baginya dirinya yang penting shalat dan gugurnya kewajibannya. Orang jenis ini akan terperangkap dalam kegiatan rutinitas yang hanya itu-itu saja sehingga timbul dalam dirinya sifat malas.

Kalau disuruh shalat ia akan melakukannaya karena terpaksa. Ia membaca Al-Quran karena terpaksa. Ia melaksanakan ibadah yang lain juga karena terpaksa. Apalagi pahalanya itu-itu saja. Kalau tidak masuk surga , ya masuk neraka. Dan ibadahnya orang macam ini ibarat ibadahnya budak. Ia akan merasa capek beribadah. Jadi tidak heran kalau ada orang Islam tidak shalat, tidak puasa, dan tidak melakukan ibadah yang lain karena ia sudah merasa capek beribadah. 

Dan yang ketiga, seseorang melakukan ibadah karena dia sudah mengenal diri dan Allah. Bagi orang yang sudah mencapai tingkatan ini, ia melakukan ibadah karena dirinya membutuhkan Tuhan. Dia melaksanakan ibadah bukan karena ingin mendapatkan pahala, surga dan takut masuk ke dalam neraka melainkan karena hanya ingin bertemu dengan Allah. Dia tidak akan meminta ini dan itu kepada Allah karena ia malu kepada Allah. 

Bagi mereka doa sama saja dengan mengemis kepada Allah, dan kalau tidak dikabulkan maka dia akan malu. Buktinya banyak saudara kita berdoa sekian tahun lamanya namun satu pun doanya tidak dikabulkan oleh Allah. Kenapa kok tidak dikabulkan,padahal ibadahnya sudah bertahun-tahun?. Jawabannya hanya satu yaitu : Hijab. Dinding pemisah antara kita dan Allah. 

Apakah kita telah mengenal Allah?. Apakah kita sudah menemukan Allah?. Kalau kita belum menemukan dan mengenal Allah, kenapa kita musti meminta dan mengemis ini dan itu. Orang yang belum mengenal Allah lalu meminta suatu keinginan kepada Allah, itu namanya orang yang tak tahu malu.

Di dalam Surah Al-Fathihah Allah sudah menjelaskan, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in - Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta”. Maksud ayat ini, mengenal Allah lalu beribadah kepada-Nya lalu meminta kepada-Nya. Namun, bagi seseorang yang telah mengenal-Nya, yang terbetik dalam benaknya adalah hanya beribadah kepada-Nya, bukan meminta apalagi mengemis kepada-Nya. Karena kalau seseorang sudah mengenal Allah, tanpa berdoapun, Allah sudah pasti memberikan haknya tanpa diminta sekalipun. 

Maka, hendaknya kita tahu bahwa kita diciptakan oleh Allah hanya untuk mencari dan mengenal-Nya, sebab mengenal Allah adalah awal dari beragama. Dan itulah jalan yang ditempuh oleh para nabi. Kalau beribadah tanpa mengenal-Nya yang terpantik dalam benak kita hanyalah Qunut, dzikir, doa, menilai orang lain, menyalahkan shalatnya orang lain, dan menilai amalnya orang lain yang kesemuanya akan menjauhkan kita dari Allah. 

Sebaliknya, mengenal-Nya lalu beribadah kepada-Nya, maka tidak akan ada nafsu dalam diri kita sebab yang ada hanyalah Allah


***



Penulis  : Khairul Azzam El Maliky
Editor    : Hendra Gunawan
Sumber : Kitab Teberubut, Kitab Barencong


fotoKhairul Azzam El Maliky : Penulis adalah Novelis. Pernah menempuh dan menyelesaikan pendidikannya di Kota Malang dan Pekanbaru. Kini selain sibuk merampungkan novelnya, penulis mengajar Mapel Akidah Akhlak di MTs.Raudlatul Muta’allimien, Probolinggo. Penulis adalah kontributor tetap untuk blog ini. Khairul Azaam dapat dihubungi via emai di bahterawrittingschool@yahoo.co.id, serta akun Facebooknya : disini

Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.

Posting Komentar

3Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Saya ingin Mengkritisi,tulisan anda pada Aline berikut :

    ' .....Kita hanya meyakini bahwa Alloh yang di sembah oleh orang Islam,sementara Tuhan yang di sembah oleh agama lain bukan Alloh.Sehingga seenak perut Mengatakan mereka Kafir...."

    Yang Menjustice ucapan Kafir,Itu Alloh sendiri di dalam KitabNya Alqur'an.
    Kenapa Anda keberatan ?

    Dan Anda beropini,Bahawa Alloh dalam Islam sama dengan Sesembahan kaum kafirin tersebut ?
    Apakah sama Yesus dengan Alloh?
    Apakah Sama Dewa Wisnu,Brahmana,Syiwa dengan Alloh ?

    Jika Anda mengklaim hal itu sama,Berarti Anda bukanlah dari golongan kaum Muslimin.

    Alloh adalah Alloh...
    Tuhan yang Esa...
    Tiada yang sebanding denganNya.
    Tiada yang Menyerupainya.

    BalasHapus
  3. Kenal dalam artian tidak...?

    BalasHapus

Maaf, Hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link iklan ilegal akan kami hapus. Terima kasih. (Admin)