Ibnu Katsir rahimahullaah berkata, "Dari Ibnu 'Abbas beliau berkata, "Sesungguhnya Allah tidaklah memerintahkan sebuah kewajiban atas hamba-Nya, melainkan menyebutkan batas-batas dari kewajiban tersebut dan memberikan 'udzur bagi orang-orang yang tidak mampu melakukannya, kecuali dzikir. Allah tidak membatasi kewajiban berdzikir dengan batasan tertentu dan tidak pula memberi 'udzur bagi orang yang meninggalkannya, kecuali orang yang tidak sengaja meninggalkannya."
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Ahzaab: 41).
Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. An-Nisa' : 103)
Tentang ayat ini Ibnu Katsir rahimahullaah menambahkan: "Pada waktu malam dan siang, di daratan dan di lautan, ketika sedang menetap maupun dalam perjalanan, di waktu kaya maupun miskin, sedang sehat ataupun sedang sakit, dalam keramaian maupun dalam kesendirian, dan dalam segala hal." (Tafsir Ibnu Katsir).
Untuk melaksanakan dzikir didalam thariqoh ada tata krama yang harus diperhatikan, yakni adab berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali faedahnya.
Dalam kitab Al-Mafakhir Al-’Aliyah fi al-Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan, pada pasal Adab adz-Dzikr, sebagaimana dituturkan oleh Asy-Sya’roni, bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat dikelompokkan menjadi 20 adab, yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 adab dilakukan pada saat berdzikir, 2 adab dilakukan setelah selesai berdzikir.
Adapun 5 adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah;
- Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.
- Mandi dan atau wudlu.
- Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinya hatinya dapat terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha illallah.
- Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.
- Menyakini bahwa dzikir thariqoh yang didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari Rasulullah Saw, karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari beliau.
Selanjutnya, 12 adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;
- Duduk di tempat yang suci seperti duduknya di dalam shalat..
- Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.
- Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.
- Memakai pakaian yang halal dan suci.
- Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.
- Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dzahir, karena dengan tertutupnya indra dzahir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati/bathin.
- Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thariqoh merupakan adab yang sangat penting.
- Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).
- Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan seseorang yang berdzikir akan sampai derajat ash-shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada syaikhnya. Jika dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).
- Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah , karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak didapati pada bacaan- bacaan dzikir syar’i lainnya.
- Menghadirkan makna dzikir di dalam hatinya.
- Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha illallah , agar pengaruh kata "illallah" terhujam di dalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.
Terakhir, 3 adab setelah berdzikir adalah;
- Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thariqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadlah dan mujahadah tiga puluh tahun.
- Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini – menurut ulama thariqoh- lebih cepat menyinarkan bashirah, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus bisikan–bisikan hawa nafsu dan syetan.
- Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang melakukannya, yang disebabkan oleh syauq (rindu) dan tahyij (gairah) kepada al-madzkur/Allah Swt yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir akan memadamkan rasa tersebut.
Para guru mursyid berkata: "Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama ini, karena natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul dengan hal tersebut."
Empat Tingkatan Dzikir
Kaum sufi berpendapat bahwa terdapat empat tingkatan spiritual umum dalam Islam, yaitu syari’at, tariqat, haqiqat, dan tingkatan keempat ma’rifat yang merupakan tingkatan yang "tertinggi". Tingkatan keempat dianggap merupakan inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari seluruh tingkatan kedalaman spiritual beragama tersebut. Oleh karena itu kaum sufi mengenal pula empat tingkatan dalam berdzikir yaitu:
1. Dzikir Syariat
Dzikir ini melafalkan kalimat "La Ilaha Illallah" diucapkan berulang-ulang dengan lisan sampai masuk kedalam hati sehingga lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia dzikir ini terdiri dari 12 huruf yang sama maknanya dengan Waktu 12 jam, dzikir ini selalu dikumandangkan oleh para malaikat bumi (Malaikatul Ahyar) ketika ALLAH SWT menciptakan setiap makhlukNYA di muka bumi.
2. Dzikir Tarekat
Dzikir tingkat ini melafalkan kalimat "ALLAH”ALLAH”ALLAH" diucapkan berulang-ulang di dalam hati saja dengan pengosongan pikiran fana (hampa) lalu fokus pada nama tadi sehingga nama ALLAH tadi membuat dan menciptakan alam bayangan hidup didepan mata anda sendiri, jangan kaget dan takut oleh fenomena tersebut karena para jin syetan selalu mengintai Anda tetapi berlindunglah Kepada ALLAH SWT yang Maha Menjaga Orang Beriman dengan ayat dan doa : 'audzu billahi minas syathanir rajim La ilaha illallah anta subhanaka inni kuntu minaz zhalimin, lalu lafazkan: ALLAHU SALAMUN HAFIZHUN WALIYYUN WA MUHAIMIN ( Allah Yang Maha sejahtera, Maha Memelihara, Maha Melindungi lagi Maha Menjaga Hambanya yang beriman).
3. Dzikir Hakikat
Dzikir tingkat ini melafalkan kalimat "HU"-"HU"-"HU" (Dia ALLAH) diucapkan dalam hati saja dengan keadaan fana (hampa) melalui perantaraan tarikan nafas ke dalam sampai ke perut, usahakan perut tetap keras biarpun nafas telah keluar, dalam bahasa ilmu tenaga dalam ini adalah metode pemusatan power lahiriah dari perut, dalam istilah cina yin dan yang ini adalah penyembuhan/pengobatan pada diri secara bathiniah dan kesemuanya itu benar adanya karena pusat perut adalah sumber daya energi kekuatan manusia secara lahiriah dan bathiniah serta secara hakikat dzikir "HU" sebenarnaya tempatnya pada pusat perut dengan perantaraan cahaya nafas yang sangat berharga pada manusia.
4. Dzikir Ma’rifat
Dzikir tingkat ini melafalkan kalimat "HU-AH"-"HU-AH"-"HU-AH" atau "HU-WAH" (Dia ALLAH Bersamaku) sebenarnya bunyi dzikir ini perpaduan antara hakikat dan ma’rifat, dzikir tersebut dilantunkan dalam hati saja dengan gerakan nafas "HU" masuk kedalam "AH" keluar nafas, para sufi (wali Allah) mengatakan dzikir ini adalah dzikir kenikmatan, kecintaan (Mahabbatullah) yang sangat luas faedah hidayah dan karomahnya sehinngga dapat menyingkap tabir rahasia-rahasia Allah Swt. pada gerakan kehidupan ini.
Tujuan dan Syarat Mempelajari Tarekat
Dengan mempelajari tentang empat tingkatan dalam berdzikir maka kita mendapat pengertian bahwa selain dzikir tingkat pertama (Dzikir Syariat) yang merupakan ranah umum, maka tiga tingkat dzikir berikutnya sudah memasuki ranah khusus yaitu ranah Tarekat. Namun sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita fahami dahulu apa tujuan dan syarat mmpelajari Tarekat agar tidak tersesat kedalam tuntunan yang keliru/sesat.
Tujuan mempelajari tarekat
Secara umum tujuan tarekat ialah mempertebal hati pengikut-pengikutnya sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang dirasa indah dan dicintai kecuali keindahan dan kecintaan kepada Allah, dan kecintaan tersebut dapat melupakan dirinya sendiri dan dunia ini seluruhnya.
Sementara sebagian berpendapat tujuan tarekat adalah membersihkan jiwa dan menjaga hawa-nafsu untuk melepaskan diri dari pelbagai bentuk ujub, takabur, riya’, hubbud dunya (cinta dunia), dan sebagainya. Tawakal, rendah hati/tawadhu’, ridha, mendapat makrifat dari Allah.
Ada yang menganggap mereka yang menganggap orang-orang sufi dan tarekat sebagai orang yang bersih (shafa) dari kekotoran, penuh dengan pemikiran "dan yang baginya sama saja antara nilai emas dan batu-batuan," tulis Muhammad Sholikhin dalam bukunya. Ada pula yang menganggap mereka mencapai makna orang yang berkata benar, semulia-mulianya manusia setelah para Nabi sebagaimana firman Allah:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS. An-Nisa:69)
Namun, Ibnu Taimiyah mengatakan pendapat ini salah sama sekali. Yang benar, adalah "orang-orang yang berijtihad dalam ketaatannya kepada Allah."
Beberapa pakar teologi juga merinci tujuan tarekat yang antara lain :
Dengan melihat sisi pengamalan, tujuan tarekat berarti mengadakan latihan (riyadhah) dan berjuang melawan nafsu (mujahadah), membersihkan berdiri dari sifat-sifat yang tercela dan diisi dengan sifat-sifat yang terpuji dengan melalui perbaikan budi dalam berbagai segi.
Dari sisi tadzakkur, tujuan tarekat mewujudkan rasa ingat kepada Allah Dzat Yang Maha Besar dan Maha Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan mengamalkan wirid dan dzikir yang dibarengi dengan tafakur secara terus menerus.
Munculnya rasa takut kepada Allah sehingga timbul pula dalam diri seseorang itu usaha untuk menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lupa kepada Allah.
Tujuan tarekat terakhir, mencapai tingkat ma’rifat, hal ini apabila semua amalnya ddasari akan keikhlasan dan ketaatan kepada Allah, sehingga akan dapat diketahui segala rahasia dibalik tabir cahaya Allah dan Rasul-Nya secara terang benderang.
Tujuan tarekat tersebut akan dapat dicapai oleh setiap orang yang mengamalkan tarekat. Jelasnya ia dapat mengerjakan syari’at Allah dan Rasul-Nya dengan melalui jalan atau sistem yang mengantarkan tercapainya tujuan hakikat yang sebenarnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh syari’at itu sendiri.
Sedangkan fungsi tarekat, merupakan semacam keluarga besar, dan semua anggotanya menganggap diri mereka bersaudara satu sama lain. Tarekat dapat juga bermuatan politik, hal ini dikarenakan banyaknya pengikut atau anggota-anggotanya, sehingga pimpinan (guru atau syekh) memiliki pengaruh yang kuat bagi anggotanya.
Syarat mempelajari tarekat
Muhammad Hasyim Asy’ari sebagaimana dikutip oleh Muhammad Sholikhin, seorang peng-analisis tarekat dan sufi mengatakan bahwa ada delapan syarat dalam mempelajari tarekat:
- Qashd shahih, menjalani tarekat dengan tujuan yang benar. Yaitu menjalaninya dengan sikap ubudiyyah, dan dengan niatan menghambakan diri kepada Tuhan.
- Shidq sharis, haruslah memandang gurunya memiliki rahasia keistimewaan yang akan membawa muridnya ke hadapan Ilahi.
- Adab murdhiyyah, orang yang mengikuti tarekat haruslah menjalani tata-krama yang dibenarkan agama.
- Ahwal zakiyyah, bertingkah laku yang bersih/sejalan dengan ucapan dan tingkah-laku Nabi Muhammad SAW.
- Hifz al-hurmah, menjaga kehormatan, menghormati gurunya, baik ada maupun tidak ada, hidup maupun mati, menghormati sesama saudaranya pemeluk Islam, hormat terhadap yang lebih tua, sayang terhadap yang lebih muda, dan tabah atas permusuhan antar-saudara.
- Husn al-khidmah, mereka-mereka yang mempelajari tarekat haruslah mempertinggi pelayanan kepada guru, sesama, dan Allah SWT dengan jalan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
- Raf’ al-himmah, orang yang masuk tarekat haruslah membersihkan niat hatinya, yaitu mencari khashshah(pengetahuan khusus) dari Allah, bukan untuk tujuan duniawi.
- Nufudz al-‘azimah, orang yang mempelajari tarekat haruslah menjaga tekat dan tujuan, demi meraih makrifatkhashshah tentang Allah.
Wallahu 'alam
***
Penulis : Khairul Azzam El Maliky
Editor : Hendra Gunawan
Artikel ini merupakan intisari dari Kitab Teberubut. Boleh dijadikan bahan diskusi untuk seminar, halaqah dan pengajian dengan syarat menghubungi penulis di Email: bahterawrittingschool@yahoo.com/ no ponsel:089602331926
Editor Note : Sebagian isi artikel ini bersumber dari:
https://buletin.muslim.or.id/fiqih/keutamaan-dan-adab-adab-dzikrullah
https://wongalus.wordpress.com/2016/02/01/ritual-wirid-dan-dzikir-di-berbagai-tarekat/
https://buletin.muslim.or.id/fiqih/keutamaan-dan-adab-adab-dzikrullah
https://wongalus.wordpress.com/2016/02/01/ritual-wirid-dan-dzikir-di-berbagai-tarekat/
Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.
0Komentar
Maaf, Hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link iklan ilegal akan kami hapus. Terima kasih. (Admin)