Lupa Berjama'ah

shalat berjama'ahDari sekian banyak kenangan bulan Ramadhan saya, mungkin ini adalah termasuk paling lucu sekaligus ironis, karena melibatkan begitu banyak orang dalam satu waktu yang sama.

Alkisah pada satu malam, setelah usai melaksanakan sholat Isya, seperti biasanya sebelum dilanjutkan dengan sholat tarawih, terlebih dahulu dilakukan pemberian tausiyah singkat oleh ustadz yang diundang.


Sayangnya ustadz yang telah dijadwalkan, berhalangan hadir dan digantikan oleh ustadz pengganti yang menurut pengakuannya merupakan anak didik ustadz yang berhalangan.

Singkat cerita, sang ustadzpun memberi tausiyah singkat. Tapi entah kenapa, rupanya dia mengalami demam panggung (atau mungkin lebih tepat disebut "demam mimbar"). Akibatnya ceramahnya menjadi kering dan hambar. Jama'ah tampak tertunduk terkantuk-kantuk, apalagi yang waktu berbuka puasa tadi melakukan "misi balas dendam" happy.

Selesai memberi tausiyah singkat, seperti biasanya pula kemudian dilanjutkan dengan sholat tarawih berjama'ah. Berhubung imam masjid saat itu sedang sakit, sedangkan pengurus masjid tidak ada satupun yang bisa menggantikannya, maka kami  meminta ustadz yang diundang itu juga menjadi imam sholat tarawih. Dan disinilah peristiwa lucu tapi ironis itu terjadi.

Pelaksanaan sholat tarawih+witir berjamaah di masjid kami berlangsung 11 raka'at dengan hitungan 4-4-3. Pada trip pertama yang terdiri dari 4 raka'at satu salam, raka'at pertama dan kedua berlangsung seperti biasa, begitupun dengan raka'at ketiga hingga sujud yang kedua. Setelah itu seharusnya imam kembali berdiri untuk melanjutkan ke raka'at keempat. Tetapi apa yang terjadi ?, ternyata sang ustadz langsung melakukan duduk tahiyat akhir !. Dan anehnya, tidak ada seorangpun jama'ah yang mengingatkan sang ustadz !.

Begitu sang ustadz mengucapkan salam, para jama'ah saling berpandangan dengan roman wajah keheranan. Ada yang saling berbisik-bisik membicarakan peristiwa yang baru saja terjadi, begitupun dengan saya. Saya bertanya pelan kepada teman yang berada disebelah saya,

"Tadi itu berapa raka'at, sih ?."

"Rasanya tiga raka'at. Tapi aku ragu," jawabnya.

"Sama. Aku juga merasa tadi tiga raka'at, tapi aku juga ragu," kata saya.


Shalat tarawih lalu dilanjutkan dengan trip kedua. Kali ini saya waspada dan berjaga-jaga, menghitung dengan teliti jumlah raka'at yang telah dilaksanakan sang ustadz. Dan kemudian apa yang terjadi ?.

Raka'at pertama dan kedua berlangsung seperti biasa, begitupun dengan raka'at ketiga hingga sujud yang kedua. Setelah itu seharusnya imam kembali berdiri untuk melanjutkan ke raka'at keempat. Ternyata sang ustadz kembali melakukan hal yang sama alias langsung melakukan duduk tahiyat akhir !. Pada ketika itulah masjid kami seakan bergetar oleh suara makmum yang secara serentak bersama-sama dengan suara keras mengucapkan :

"Subhanallah !!."

Mendapat peringatan dari makmum, sang imam langsung berdiri untuk melanjutkan shalat tarawih raka'at yang keempat. Dan untungnya raka'at keempat dan shalat witir berikutnya berlangsung dengan aman.

Usai pelaksanaan shalat tarawih, dilanjutkan dengan acara tadarus Al Qur'an dan bagi jama'ah yang masih belum pulang disediakan takjil sekedarnya sumbangan ibu-ibu pengajian. Sambil menikmati takjil dan menghitung uang bakul infak malam itu saya dan beberapa orang jama'ah dan pengurus masjid lainnya mendiskusikan peristiwa "khilafnya" sang ustadz.

"Saya heran, kenapa tadi tidak ada seorangpun makmum yang mengingatkan imam, yaa...?," tanya saya.

"Bagaimana mau mengingatkan ?," jawab seorang pengurus masjid, "Saya sendiri ragu, apa benar cuma tiga raka'at. Bagaimana kalau si ustadz tidak keliru ?, bagaimana kalau memang sudah empat raka'at ?. Bakal jadi aneh kalau kita mengingatkan imam," lanjutnya.

Ucapan pengurus madjid itu langsung diiyakan oleh kami semua. Artinya pada waktu itu telah terjadi kasus "ragu-ragu massal !". Semua makmum merasa shalat baru tiga raka'at, tetapi semuanya juga ragu apa benar cuma tiga raka'at !.

"Makanya, waktu trip kedua, saya benar-benar memperhatikan imam. Jangan-jangan dia lupa lagi. Ehhhh... tahunya benaran lupa Lagi !," ujar seorang jama'ah perempuan yang masih tinggal di masjid.

"Saya jadi hampir tertawa, waktu bapak-bapak ngomong "Subhanallah...!" dengan suara keras, kompak lagi !," kata seorang jama'ah perempuan lainnya sambil tertawa.

Kami semua juga ikut-ikutan tertawa karena hal itu menandakan saat itu bisa dikatakan semua jama'ah shalat tarawih memfokuskan perhatiannya untuk berjaga-jaga seandainya sang ustadz salah lagi.

Tetapi dibalik peristiwa yang dapat dikatakan lucu itu, ada satu hal yang mengecilkan hati yaitu kesadaran yang timbul diantara kami bahwa pada saat itu nyaris semua jama'ah ternyata tidak ada yang khusyuk dalam shalatnya alias pikirannya sedang "jalan-jalan". Sehingga ketika sang imam melakukan kesalahan, kami semua malah jadi ragu untuk mengingatkannya, karena kami sendiri tidak yakin berapa raka'at sesungguhnya shalat sudah berlangsung.

Pesan moral yang bisa diambil dari kisah diatas adalah menandakan bahwa sungguh sulit khusyuk dalam sholat dan meskipun di bulan Ramadhan yang katanya setan-setan dibelenggu, ternyata godaannya masih ampuh juga.

"Apabila dikumandangkan adzan shalat, setan akan berlari seraya terkentut-kentut sampai ia tidak mendengar suara adzan tersebut. Apabila muadzin telah selesai adzan ia kembali lagi. Dan jika iqamat dikumandangkan ia berlari. Apabila telah selesai iqamat, ia kembali lagi. Ia akan selalu bersama orang yang shalat seraya berkata kepadanya, ingatlah apa yang tadinya tidak kamu ingat! Sehingga orang tersebut tidak tahu berapa rakaat ia shalat".
(HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra).

Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.

Posting Komentar

0Komentar